Jika kita
mengamati orang-orang yang melakukan shalat jahr (shalat yang bacaan Fatihah
dan suratnya dikeraskan) di sekitar kita, kita akan menjumpai mereka membaca
keras dalam bismillah karena mereka yang membaca bismillah dengan jahr (keras)
dalam Fatihah adalah pengikut Madzhab Syafi’i.
Namun ada juga ikhwan kita yang lain ketika membaca Fatihah
dalam shalat jahr bismillahnya dipelankan.
Pertama, tidak membaca bismillah sama sekali, baik
dalam shalat sirr (pelan) maupun jahr (keras). Pendapat ini adalah pendapat
Imam Malik RA.
Kedua, membaca bismillah dengan suara pelan (tidak
keras) baik dalam shalat sirr maupun jahr yang merupakan pendapat Imam Abu
Hanifah dan Imam Ahmad RA.
Ketiga, membaca bismillah dengan suara keras pada
shalat jahriyah (Maghrib, Isya’ dan Subuh) dan membacanya dengan pelan pada
shalat sirriyah (dhuhur dan ashar) yang merupakan pendapat Imam Syafi’i.
Dalam konteks ini Imam Syafi’i dengan ijtihadnya
mengharuskan mushalli (orang yang shalat) untuk membaca bismillah karena
bismillah merupakan salah satu ayat dari surat
al-Fatihah dan mensunnahkan membaca keras pada shalat jahr karena adanya
beberapa hadits yang menjelaskan tentang hal itu.
Di antara yang paling shahih menerangkan hal itu adalah yang
bersumber dari Nu’aim bin Abdullah al-Mujmir, ia berkata:
“Aku shalat berada di
belakang Abu Hurairah, beliau membaca bismillahirrahmanirrahim, lalu membaca
ummul qur’an sampai pada ayat walaadldlaalliin dan membaca amin, kemudian
orang-orang juga mengikutinya membaca amin. Beliau ketika akan sujud membaca;
Allahu Akbar dan ketika bangun dari duduk membaca; Allahu Akbar. Setelah salam
beliau berkata: “Demi Dzat yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, sesungguhnya
aku adalah orang yang shalatnya paling menyerupai Rasulullah di antara kalian.”
[H.R. al-Nasa’i]
Hadits di atas diriwayatkan oleh Imam al-Nasa’i dan telah
dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan al-Hakim. Al-Hakim mengatakan
bahwa keshahihan hadits tersebut berdasarkan syarat yang telah ditetapkan oleh
Imam Bukhari dan Muslim. Imam Baihaqi mengatakan bahwa sanad hadits di atas
adalah shahih dan mempunyai beberapa syawahid (penguat eksternal). Mengomentari
hadits di atas, Imam Abu Bakar al-Khathib mengatakan bahwa hadits itu adalah
shahih yang tidak butuh terhadap penjelasan.
Imam al-Daruquthni juga meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah:
“Sesungguhnya Nabi
SAW ketika membaca (fatihah), sedangkan beliau mengimami para shahabat, memulai
shalat dengan membaca bismillahirrahmaanirrahiim.” [H.R. al-Daruquthni].
Imam Daruquthni mengatakan bahwa semua perawi hadits
tersebut adalah tsiqat.
Dari paparan beberapa hadits tersebut, seolah-olah hadits
yang bersumber dari Nu’aim bin Abdullah al-Mujmir dan Abu Hurairah bertentangan
dengan hadits yang bersumber dari shahabat Anas bin Malik RA. Sehingga para
ulama mengarahkan hadits yang diriwayatkan oleh shahabat Anas tersebut
maksudnya adalah tidak membaca bismillah dengan suara keras, bukan meninggalkan
(tidak membaca) bismillah sama sekali.
Hal itu karena dalam sebagian riwayat, di antaranya riwayat
Imam Ahmad dalam Musnadnya dan Ibnu Hibban dalam Shahihnya yang juga bersumber
dari Anas menyebutkan:
وَكَانُوْا لَا يَجْهَرُوْنَ بِبِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ.
“Mereka tidak mengeraskan bacaan bismillahirrahmanirrahim.”
Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam kitabnya Fath al-Bari berkata:
“Setelah pembahasan ini selesai, maka dapat disimpulkan bahwa hadits yang
bersumber dari shahabat Anas RA menafikan bacaan keras dalam bismillah
berdasarkan makna yang tampak setelah menjami’kan beberapa riwayat yang berbeda
darinya. Sehingga jika ditemukan riwayat yang menetapkan bacaan keras dalam
bismillah, maka harus didahulukan dari pada riwayat yang menafikannya.
Demikian itu bukan semata-mata mendahulukan riwayat yang
menetapkan, melainkan karena sahabat Anas RA yang hidup bersama Rasululah SAW
dalam masa dua puluh tahun, kemudian bersama Abu Bakar, Umar dan Utsman dalam
masa dua puluh lima tahun tidaklah mungkin beliau tidak mendengar dari mereka
tentang bacaan keras bismillah dalam satu shalat. Hanya saja beliau mengaku
tidak hafal ketetapan hukum ini setelah masa yang lama, yang beliau yakin masih
ingat adalah memulai dengan hamdalah dengan bacaan keras. Oleh karena itu yang
diambil adalah riwayat yang menetapkan bacaan bismillah dengan keras.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar